Cerita Sex Pembantuku Mengoleksi Majalah Porno
Cerita Sex Pembantuku Mengoleksi Majalah Porno

.gif)


Cersex Pembantu – Narasi Seks Pembantuku Mengoleksi Majalah Porno – Ceritaku ini kali sebetulnya cuma untuk mengingati peristiwa lucu yang dulu pernah kualami di dalam rumah tanggaku. Saya dengan 2 anak yang telah bersekolah di kelas 5 SD dan kelas 3. Untuk mengurangi beban pekerjaan rumah tangga istriku ambil pembantu yang ia bisa dari rekan sekantornya. Seorang gadis Jawa, umurnya kurang lebih 17 tahun dan tidak tamat SMP.
Saya pada awalnya tidak begitu menyimpan perhatian pada Tini pembantuku, karena tidak ada yang spesial, terkecuali buah dadanya yang terlihat terlampau besar untuk tubuhnya yang kelihatanya condong kurus. Semua perintah rumah tangga dilaksanakan oleh istriku, hingga saya jarang-jarang berbicara dengan Tini.
Saya secara tidak menyengaja seperti jaga jarak dengan Tini. Pertama supaya istriku tidak muncul rasa curiganya dan ke-2 keliatannya ia benar-benar enggan denganku.
Narasi Seks Pembantuku Mengoleksi Majalah Porno
Narasi Seks Pembantuku Mengoleksi Majalah Porno
Narasi Seks 18+ Ia telah lebih dari satu tahun bekerja di tempatku. Sebelumnya saya kira ia tidak akan kembali sesudah cuti lebaran. Umumnya pembantu selalu demikian, tapi ia pilih lagi bekerja di tempatku. Kami memang mempunyai kamar khusus pembantu ada di belakang rumah. Ceritanya saat pembantuku pulang cuti lebaran, sesudah satu minggu ia belum kembali. Istriku mintaku untuk mengecek apa di kamarnya masih tetap ada baju yang ia tinggal. Karena bila tidak ada baju yang ditinggalkan bermakna ia telah berniat tidak akan balik. Kuperiksa lemarinya, kelihatan ada banyak bajunya. Saya lantas main-main mengecek semua isi lemarinya.
Cukup mengagetkan saat di bawah lipatan baju-baru dan cukup terselinap ada di belakang saya temukan beberapa buku porno koleksiku. Saya memang cukup ceroboh simpan koleksi. Beberapa kutaruh dalam almari bajuku sisi belakang, dan beberapa kembali kusimpan dalam koper di atas almari. Demikian jumlahnya koleksiku hingga saya kurang memerhatikan bila ada yang musnah. Saya setiap melancong ke Eropa, Jepang dan Amerika selalu beli beberapa buku untuk koleksi.
Saya menjadi ingin tahu mengecek kamar pembantuku. Di bawah kasurnya, kutemukan sejumlah buku porno kembali. Sekitaran 10 buku dan majalah porno rupanya beralih tempat ke kamar pembantuku.
Saya benar-benar tidak menduga, pembantu yang polos itu rupanya menyukai koleksi majalah porno. Jika disaksikan dari performa, benar-benar tidak menduga bila ia menyenangi beberapa gambar seks.
Penemuan itu tidak kuceritakan ke istriku. Saya cemas bila nantinya pembantuku kembali, akan dimarahin, atau justru diminta stop.
Sang Tini tiba dari daerah sesudah dua minggu lebaran. Ia berargumen orang tuanya sakit, hingga meminta dinantii.
Sekembalinya bekerja, saya mengubah sikapku. Saya mulai kerap berbicara dengan Tini, awali dengan memerintahnya menyemir sepatu, menyeterika pakaian yang hendak kupakai. Beberapa hal yang mengakibatkan komunikasiku dengan Tini jadi lebih intens. Sebelumnya ia agak canggung melayaniku, tapi semakin lama ia jadi biasa dan tidak canggung .
Ada tujuan dibalik taktikku lebih dekat dengan Tini. Saya sudah pasti ingin tahu, mengapa ia menyukai beberapa gambar porno. Walau sebenarnya setahuku, biasanya cewek kurang sukai menyaksikan majalah porno, termasuk istriku. Lumrah sich rasanya, karena gambar porno itu nyaris semuanya membedah rahasia wanita. Sejumlah benar ada gambar episode seks di antara wanita dan pria.
Saya bisa mulai mencandai Tini, dan ia mulai berani memberi respon candaanku. Saya tidak begitu dekat sich walau telah ada gurauan yang dilemparkan. Ia masih tetap enggan dan saya masih tetap berusaha jaga jarak.
Saya dan istriku tidak selamanya pergi kerja bersama. Ia kerap pergi lebih dulu, terkadang bersama temannya yang tempat tinggalnya tidak jauh dari kompleks perumahanku. Saya memang cukup bebas dalam soal jam kantor. Yang terpenting jam 4 sore saya telah ada di kantor dan pulang kantor dapat jam 12 malam, tetapi juga bisa jam 6 sore. Semua bergantung dari order yang kukerjakan, dan gerak hatiku. Karena kerap pekerjaan telah kelar jam 7 malam, tetapi saya tetap bergelut di dalam kantor sampai jam 12 malam, cuma untuk bercakap dan bermain computer. Terkadang justru ke cafe bersama rekan satu kantor sekedar untuk mengganti situasi.
Di suatu saat yang pas, sesudah istriku pergi ke kantor dan semua anakku telah di sekolah. Sementara saya nikmati makan pagi nasi goreng yang kusuruh sang Tini membuat , saya panggilnya. Ia kusuruh duduk di atas bangku seberang meja makan. Tini keliatannya kebingungan. Ia ragu untuk duduk di sana, hingga kemudian ia duduk . Keadaan seperti ini tidak pernah terjadi. Ia selalu makan di dapur atau dikamarnya.
Sesudah duduk saya segera ke dasar masalah.
“Tini kamu suka menyaksikan majalah bermotif beberapa orang telanjang, di kamarmu saya dapatkan banyak majalahku kamu taruh di situ ? ” tanyaku.
Tini kaget dan wajahnya langsung memeras. Saya pahami, ia tentu rasakan malu, takut dan bercampur-campur rasa ragu dan rikuh.
“Saya tidak apapun, dan tidak geram, kamu sah-sah saja jika ingin menyaksikan majalah yang semacam itu, asal tidak sampai lenyap, karena saya belinya jauh dan di sini tidak ada yang jual,” kataku.
Ia tetap termenung, tapi mulai sedikit berani mengusung muka memerhatikan sikapku.
Kata-kata yang kuucapkan sama sakali jauh dari suara geram. Ini kusetel supaya ia tidak gugup.
“Hanya saya peringatkan janganlah sampai ibu tahu,” kataku.
“Iya pak maaf,” ucapnya singkat.
“Saya justru suka bila kamu suka juga menyaksikan majalah semacam itu, kelak saya akan pinjami kamu koleksi lainnya yang berada di koper. Jika majalah yang kamu taruh telah usai kamu saksikan membawa ke sini, tetapi jika masih tetap ada yang ingin dilhat kembali ya taruh saja dahulu, kelak saya pinjami kamu majalah yang lain.” kataku.
“Ya sudah sana,” kataku mengakhiri perbincangan.
Tini lantas segera ke belakang, dan selang beberapa saat ia bawa semua majalah yang ia taruh dan diberikan kepadaku. Rasa malunya kelihatan masih tetap ada, hingga ia memberikan sekalian merunduk. Kuterima majalah itu dan saya masuk ke dalam kamar. Saya taruh ke koper dan kuambil majalah-majalah yang menunjukkan episode seks. Sekitaran 10 majalah kuambil dan keberikan ke Tini. Awalnya ia menampik untuk terima, tetapi kupaksa dan kuyakinkan jika saya tidak apapun. Pada akhirnya majalah itu diterimanya dan dibawa masuk ke dalam kamarnya.
Itil V3
Demikianlah berkali-kali sampai ia sendiri pada akhirnya berani membuka perbincangan berkenaan isi majalah yang saya berikan. ” Pak orang bule kok tidak malu ya, dipotret kembali gituan,” ucapnya.
“Disitu bayarannya mahal, dan di luar negeri seperti begitu sudah biasa,” kataku.
“Kamu di daerah sudah punyai kekasih,” tanyaku.
“Belum pak, ” ucapnya polos.
“Sehingga kamu tidak pernah saksikan punyai lelaki seperti apakah,” tanyaku.
“Ya paling-paling adikku yang kecil, jika saya diminta emak mandiin,” ucapnya polos.
“Apa kamu tidak ingin tahu ingin saksikan lelaki punyai yang sudah besar,” tanyaku.
“Setelah ingin simak sapa punyai pak, saya kan tidak pernah berpacaran pak,” ucapnya polos.
“Benar kamu tidak pernah simak, ingin tidak simak yang asli,” pancingku.
” Belum pak, ya terkadang ingin tahu sich pak,” ucapnya polos dan memulai masuk ke jebakanku.
Perbincangan kami itu, tentu saja sesudah istriku pergi kerja dan beberapa anak pergi ke sekolah.
Saya telah terangsang berat sesudah ketahui Tini masuk ke jebakanku. Saya pagi itu tetap menggunakan celana boxer dan kaus oblong.
“kamu bisa simak bapak punyai jika kamu ingin,” kata ku
“Ah bapak, saya malu ah pak,” ucapnya.
Saya lantas tarik tangannya dan membawa ke ruangan tamu. Ia menurut saja sekalian tutup mulutnya.
“Kamu duduk di karpet,” kataku.
Tini mengikuti tekadku dan saya melepas celanaku dan duduk di atas sofa di hadapannya. Penisku yang tegak mengacungkan lantas kupertontonkan ke Tini.
“Ih Bapak, Tini malu ah, ” ucapnya sekalian berusaha buang muka, tetapi cukup melihat , mungkin rasa ingin tahunya yang menggerakkan ia curi-curi pandang.
“Sudah simak saja agar tidak ingin tahu, daripada simak gambarnya kan lebih terang simak yang asli kataku terus merayu,” kataku.
Tini baru berani mengusung wajahnya menyaksikan kemaluanku yang menegang.
“Tetapi yang dilukis itu keliatannya semakin lebih besar ya pak,” ucapnya
“Ya iyalah orang bule dan orang negro tubuhnya kan besar, jika tititnya kecil kan tidak imbang,” kataku.
“Jika kamu ingin pegang, pegang saja,” rayuku.
“Ah tidak ah pak saya malu,” tegasnya.
“Tidak apapun kan telah saya izinkan , ” kataku sekalian raih tangannya dan kutuntun ke penisku yang telah mengeras.
Dengan ragu digenggamnya cuma memakai jempol, dan jemari telunjuk.
“Pegang, ” kataku sekalian bawa tengannya supaya memegang rudalku.
” Ih kok keras ya pak,” ucapnya sekalian memegang.
Saya lantas memberikan instruksi supaya sedikit dikocak.
“Aduh sedap sekali Tin ,” kataku sekalian jatuhkan tubuhku ke sandaran.
“Sedap bagaimana sich pak, bukanlah sakit pak,” ucapnya dengan polos.
Otakku telah keracunan menjadi inginkan lebih dari tersebut.
“Tin kamu simak engga cewek dilukis yang melomot titit,” tanyaku sekalian mendesis kenikmatan.
“Iya pak apa tidak jijik sich, buat kencing kok justru dilomoti,” tanyanya dengan muka bodoh.
” Itu untuk memberikan kepuasan pasangan, karena lelaki sukai anunya dilomoti,” kataku.
Saya menyarankan ia coba mengoral barangku. Tetapi ia menampik, karena ucapnya jijik.
“Ya sudah jika tidak mau melomot, kamu coba ciumi saja, saya ingin lebih sedap,” pintaku.
Mungkin Tini telah terangsang hingga pemikirannya menjadi kurang ingatan. Ia mulai menciumi batangku yang mengeras. Saya arahkan supaya ia menciumi kantong zakarku. Saya terasanya terbang ke langit rasakan enaknya diciumi ini.
“Mari lomot ujungnya Tin, rasanya sedap sekali,”
Tini cukup sangsi mulai mengecup ujung penisku. Ia cukup kaku melakukan. Kepalanya saya pegang dan saya pencet supaya barangku masuk semakin banyak. Berasa giginya menggerus batangku yang menyebabkan rasa nyeri. Ia kuajari supaya jaga giginya tidak sentuh kulitku. Pelajaran itu dipahaminya karena selanjutnya ia mulai mengusai mengoral mundur-maju barangku sesuai instruksi tanganku yang membimbing pergerakan kepalanya.
“Pak saya tidak dapat napas pak,” ucapnya lantas melepaskan kuluman di batangku.
Sejumlah waktu istirahat, lantas ia mengulum lagi. Saya mintanya supaya ia mengisap kuat-kuat. Saya seperti kesedot, saat ia mulai mengisap. Kulumannya semakin nikmat dengan macam sedotan.
Mendekati saya muncrat ku ambil mulutnya menjauh dan kubekap ujung penisku lantas muncratlah cairan kental dari ujung penisku. Saat sebelum ia sebelumnya sempat menanyakan kusuruh ia segera ambil tissu.
Selamatlah semua cairan spermaku tertampung ditissu.
“Apaan sich pak kok sepertinya kentel begitu,” tanyanya bodoh.
“Itu namanya mani, jika enaknya telah mencapai puncak semua lelaki akan menyemprot mani,” kataku.
Tini lantas memperhatikan barangku secara cermat yang pelan-pelan mulai berkurang.
“Pak kok keliatannya menjadi lemas begitu,” bertanya.
” Ya jika sudah nyemprot ia akan lemas,” kataku.
Ia masih ingin tahu lantas ditekan-tekannya penisku yang mulai melempem.
“Ih menjadi empuk pak,” ucapnya.
“Nach kamu kan telah simak Bapak punyai, saat ini giliran Bapak simak kamu punyai,” kataku meminta.
“Ah tidak ah pak saya malu,” ucapnya sekalian membungkam ke-2 tangannya ke dadanya.
Saya ambil tangannya untuk kuajak duduk disampingku. Ia walau cukup kaku tetapi mengikuti tarikan tanganku. Sesudah terduduk disampingku saya lantas menciumi lehernya, pipinya lantas telinganya. Kujilati lehernya.
Napasnya berasa makin cepat dan kedengar cukup mendengus. Tanganku mulai meraba-raba susunya dan meremasnya lembut. Tangan Tini berusaha menghambat tanganku meremas susunya, tapi ia tidak begitu keras menghambatnya hingga saya bisa meremas dadanya kanan dan kiri. Ia mulai biarkan tanganku meremas dadanya, dan napasnya telah semakin mengincar. Tanganku mulai menyelusup kebawah kausnya dan capai kutangnya. Ia cukup kaget dan telat mengetahui tanganku telah menangkup di kutangnya. ” Pak jangan pak,” ucapnya, tetapi suaranya mirip orang nyaris kekurangan napas.
Saya tidak mempedulikan, karena toh tangannya tidak benar-benar menghambat rambahan tanganku. Senang meremas dari kembali kutang saya cari pengait BH nya pada bagian punggung. Dengan sekali pencet lepaslah pengait BH tersebut.
Saya lantas lebih bebas meremas teteknya yang kenyal dan rasanya tanganku kurang sanggup menangkup ke buah dadanya. Pentilnya berasa kecil dan mengeras. Kupilin-pilin dan kuusap. Tini tidak larang, tapi ia mulai mendesis. ” Sssshhh aduh pak,”
Tini kelihatan sangat terangsang.. Kuangkat kaus oblong untuk melepaskan dari tubuhnya. Ia menurut saja justru seperti memberikan ruangan untuk memudahkan kaus nya lepas.
Buah dadanya benar-benar cantik, lebam dan gendut dengan puting yang tetap kecil. Tanpa menanti lama, saya segera nyosor ke menjilat dan menghisap pentilnya yang besarnya mungkin baru sebesar kacang kedele.
Tini semakin mendesah-desah. Tanganku mulai merayap kebawah langsung ke arah selangkangannya. Di antara sadar dan melayang-layang ia tangkap tanganku yang telah temukan gundukan dibalik celananya. ” Pak jangan pak Tini malu,” ucapnya.
Saya tidak mempedulikan dan tanganku terus merayap ke atas cari sela celananya di atas. Tanganku sukses masuk ke dalam kembali celana dalamnya dan secara langsung melaju ke bawah.
Memek Tini berasa tidak dengan bulu dan gendut. Patut saja ia malu, karena mungkin memeknya belum dengan bulu. Kemahiran jariku bisa langsung masuk kebelahan memeknya dan temukan benjolan kecil yang cukup kaku dibelahan atas memeknya. Clitorisnya muncul. Saya mainkan clitorisnya dan Tini makin mendesah-desah dan mengeluh lembut. Memeknya cukup basah, hingga kadang-kadang saya ambil cairan memeknya untuk menolong melicinkan usapanku ke clitorisnya.
Saya terus mainkan clitorisnya sampai selanjutnya ia merengkuhkan keras dan mengeluh, ” Aduh pak aduuuuuh aaaaahhh”
Lubang vaginanya berdenyut mengisyaratkan ia capai orgasme.
Rasa enggan ke majikannya ia melupakan dan ia merengkuhku keras sekali sampai renyutannya stop.
“Bagaimana rasa Tin,” tanyaku.
“Sedap sekali pak, diapain saya barusan sich pak,” ucapnya dengan suara manja.
‘Itulah rasa sedap yang saya rasa waktu barusan maniku muncrat, seperti yang kamu pikir baru saja,” kataku.
Tini kurebahkan ke sandaran sofa dan kakinya menjuntai ke lantai. Saya lantas memelorotkan rok dan celana dalamnya sekalian. ” Pak jangan pak Tini malu,” ucapnya.
Tetapi saya terus berusaha melepas, dan rupanya ia tidak menghadanginya serius.
Tini telentang bugil di atas sofa ku. Susunya yang gendut bersatu dengan memeknya yang mentul namun tetap hampir gundul. Bulu di kemaluannya masih lembut dan cuma ada pada bagian atas gundukannya.
Saya meremas kembali -remas kemaluannya, karena rasanya gemes menyaksikan gundukan cembung di kemaluan Tini yang gundul. Ia telah pasrah, dan lupa pada rasa malu. Kucolokkan sedikit jariku ke belahan memeknya yang telah basah lantas kucium. Baunya cukup amis ciri khas berbau kemaluan wanita. Kutarik ia supaya berdiri dan kupapah ke arah kamar mandi. Tini menurut saja. Sesampainya di dalam kamar mandi saya siram kemaluannya dan kusabuni sampai bersih. ” Pak perih pak sabunnya masuk ke,”
Tini lantas bersihkan sendiri memeknya. Kemudian saya lap kering dan kutuntun ia masuk ke dalam kamarku.
Tini ku terlentangkan pada tempat tidur. Ia pasrah saja, tidak ada penampikan kembali. Saya menciumi lagi leher dan ke-2 putingnya. Napasnya mulai mengincar kembali dan perlahan-lahan saya turun menciumi perutnya. Ke-2 kakinya kurenggangkan dan saya lantas menciumi bukit kemaluannya. Kepalaku ditahannya, “Pak jangan pak jijik pak,” ucapnya.
Saya tidak mempedulikan terkecuali lidahku mulai menjulur dan menjilat-jilati sekitar bukit pubisnya. Saya lantas turun dan lidahku mulai menjilat-jilati bibir memeknya. Dengan ke-2 tanganku ku menguak memeknya lantas mulutku kubenamkan ke sisi atas belahan memeknya. Lidahku secara gampang temukan clitorisnya. Tini menggeliat saat lidahku mencapi ujung clitorisnya. ” Geli pak saya tidak tahan,” ucapnya sekalian berusaha menarik kepalaku menjauhi memeknya.
Tetapi saya terus bertahan dan lidahku berpindah sapu tepi clitorisnya. Ia tak lagi menarik kepalaku, tapi menggeliat-gelinjang selaras dengan gerak lidahku.
Kadang-kadang saya sapu ujung clitnya dan ia menggeliat kuat, tapi tak lagi mengeluhkan geli. Saya selanjutnya memfokuskan jilatanku ke clitorisnya. Tini seperti menangis dan mendesah rasakan kepuasan clitorisnya di sapu oleh lidahku. Saya mengoral sekitaran 5 menit sampai selanjutnya ia capai orgasme kembali dan menjepitkan ke-2 kakinya kekepalaku dan menekan kepalaku ke memeknya. Memeknya berdenyut.
Memeknya banjir oleh cairan vagina bersatu dengan ari ludahku.
Untungnya saya telah melapis handuk hingga tidak berkenaan sprei. Penisku menegang lagi. Tini telah pasrah dan mungkin ia lupa pekerjaannya bersihkan rumahku. Ia tidur terletentang. Saya duduk bertimpuh antara ke-2 rengganan kakinya. Penisku kusap-usapkan ke belahan memeknya, sekalian kutekan-tekan ke lubang vaginanya. Kepala penisnya bisa masuk sedikit, tetapi karena posisiku duduk bertimpuh saya tidak dapat memencetnya lebih jauh. Saya lantas ganti posisi tengkurap menindihnya.
Penisku kembali saya cocokkan dengan lubang vaginanya sampai di posisi yang akurat. Dengan pergerakan berhati-hati kutekan ujung penis masuk ke dalam belahan vagina. ” Aduh pak sakit pak,” ucapnya.
Saya menentramkan sesaat, sekalian menjaga posisi ujung penisku yang telah cukup tenggelam. Dengan pergerakan lembut kutekan kembali. Tini mengeluhkan lagi sakit, tapi penisku telah lebih terbenam, walau baru kepalanya saja. Saya mengontraksikan penisku. Perkerasan penisku sekalian sedikit bertahan membuat ia semakin maju menerobos. Saya lakukan pergerakan itu berkali-kali sampai semua kepala penisku terbenam. Saat kudorong berasa ada penghambat. Kuyakin jika saya telah mengenai selaput perawannya. Saya lantas lakukan pergerakan mundur-maju sampai pergerakan itu lancar, walaupun pergerakan jarak pendek.
Sampai batasan penghambat selaput perawan saya lantas stop mundur-maju. Dengan cukup menekan sedikit sekalian mencekam penisku, berasa ada perkembangan, saya pencet kembali dan menegang kembali dapat maju kembali dan berasa ada yang terterobos. Saya sukses menerobos selaput daranya. Tini mengernyit sekalian mengeluhkan sakit. Lantas kutarik sedikit dan kudorong kembali lebih dalam perlahan-lahan. Penisku dapat semakin terhunjam. Saya terus lakukan pergerakan mundur-maju dengan sesekali maju lebih jauh , hingga kemudian semua penisku tenggelam.
Capitan memeknya sangat ketat hingga batangku berasa cukup nyeri, khususnya di leher kepala topi baja. Pergerakan mundur-maju semakin lancar dan Tini keliatannya tidak kesakitan kembali seperti barusan. Tetapi ia tetap mengernyit-ngernyit mungkin masih tetap ada rasa agak sakit.
Saya telah bebas memompanya hingga kemudian saya merasa ingin meletus dan buru buru kutarik dari lubang vaginanya dan kusemburkan di atas perutnya. Batangku kelihatan agat tersaput dengan darah walau cuma sedikit. Saya lantas rebah selain Tini.
“Bagaimana rasanya Tin,” tanyaku.
“Sakit pak lebih enak yang dijilat barusan,” ucapnya terang-terangan.
“Ya yang pertama memang sakit, tapi selanjutnya justru sedap.
Saya menuntun Tini, kamar mandi untuk beres-beres. Ia merasa memeknya perih saat cebok.
Semenjak waktu itu saya menjadi kerap meniduri Tini dan jaga supaya mani tidaklah sampai masuk ke dalam vaginanya. Terkadang saya kenakan kondom . Kami dapat berlaku lumrah bila ada istriku, Tapi sesudah rumah kosong kami menjadi liar dan bertindih-tindihan.
Saya semakin lama merasakan tidak aman , karena bagaimana juga keakraban Tini bisa jadi tanpanya ketahui akan kelihatan oleh istriku. Saya lantas mengaryakan Tini sebagai cleaning servis di kantorku tanpa setahu istriku. Ia bersandiwara pamit stop bekerja karena diundang orang tuanya di daerah.
Narasi Paling Menarik Untuk Dibaca
Sebagai karyawan cleaning servis, ia mendapatkan upah semakin lebih besar, apalagi kutambah uang bulanan sebesar upahnya plus ongkos kamar kos. Kucarikan tempat kamar kos yang dapat bebas, hingga saya kerap bermalam di tempatnya dan berargumen pada istriku pekerjaan keluar kota.
Saya tidak perlu memasangkan kondom, karena saya sembunyi-sembunyi mensterilkan diri ke dokter.
Walaupun saya kerap mengakrabi Tini, tapi ia kudorong untuk cari kekasih. Ia berulang-kali dapat kekasih, tapi lantas putus entahlah karena apa. Semua kekasihnya tidak dibolehkannya ketahui tempat kos Tini. Itu kesepakatan kami. Saya membolehkannya Tini lakukan jalinan dengan kekasih-pacarnya, tapi harus dilaksanakan di luar tempat kos.
Hubunganku berjalan lumayan lama mungkin sekitaran delapan tahun hingga kemudian Tini temukan jodoh. Ia dipersunting oleh lurah di kampungnya. Kemudian saya sebelumnya tidak pernah dengar kembali berita Sang Tini.
